Kamis, 02 Juli 2015

A Rainbow After Rain

Selalu, rencana Allah adalah yang terbaik.
Meski kali ini tak terfikir akan berakhir seperti ini.

Masa sulit, tanpa diduga akhirnya kita berdua mengalaminya.
Untuk satu setengah tahun ini baru kali ini kita mengalami masalah sehebat ini. Lucu memang, karna kenyataannya masalahnya tak berbeda seperti yang sudah-sudah. Bahkan sebenarnya kita mampu menyelesaikannya kuram dari 60 menit seperti biasanya. Lalu kenapa bisa menyulitkan?

Rindu, aku cukup yakin dengan alasan ini. Karna memang harus disadari sudah hampir sebulan kita tidak berinteraksi dari hati ke hati. Sekelas, namun tak bisa bersenda gurau. Waktu pertemuan yang terbatas dan saling menjaga diri. Mungkin di awal sekedar senyum dan sapa sudah cukup menghangatkan kita. Tapi hati tak terbiasa. Aku adalah sebagian dari satu jiwamu. Kamupun begitu, dan jiwa akan terus terasa kosong hingga menjadi utuh.

Sadarkah kita? Kerinduan yang kita lupakan karna kesibukan kita masing-masing. Kau dengan segala soal-soal fisikamu dan aku dengan semua urusan organisasiku. Mungkin kita bisa mencoba tak acuh, tapi lupa hati takan bisa dipaksa. Kita membutuhkan satu sama lain.

Dan puncaknya pun terjadi hari itu. Kita saling menyakiti satu sama lain. Kita saling menyalahkan satu sama lain, merasa yang paling disakiti. Kita mulai tak bersuara. Diam, berharap disapa terlebih dahulu. Namun selama apapun menunggu, tak akan pernah bertemu. Karna tidak ada yang mencoba mencari.

Sampai akhirnya kita dipisahkan. Hanya berbeda kelas namun sangat menyakitkan untuku, atau mungkin kamu juga? Amarah dan kekecewaan atas takdir membuat kita memilih untuk lebih lama untuk berdiam.

Allah melihat, melihat bagaimana kacaunya kita. Tapi Allahpun mendengar bagaimana tangis penuh harap dua manusia yang saling mendoakan. Kita merasa ini musibah, bagiNya ini adalah hadiah. Sadarkah? Ujian kemarin memang sangat menyakitkan, namun juga sangat berarti. Bukankah dalam diam kita saling berfikir? Bukankah dalam perih kita semakin sering merindu? Bahkan doa semakin dalam terucap.

Aku kagum dengan kesabaranmu yang luar biasa. Istiqomahmu atas aku bukan sekedar manis dimulut. Lagi-lagi kamu berhasil memadamkan apiku. Hanya dengan tatapan mata itu. Yang sampai saat ini masih terbayang ditiap kedipanku.

Mungkin api sering mencairkan es. Namun air mampu kembali menjadi es. Karna itulah, you gonna be my ice forever.

Aku masih harus banyak belajar dari kamu. Kamu layaknya buku yang tak berujung. Tiap lembar penuh hal hal baru yang asing namun menarik. Buku unik yang tak sembarang orang berani membacanya. Tapi aku akan terus membaca buku itu. Jadi biarkan aku membacamu, dengan caraku.

Terimakasih, untuk semua masalah yang pernah ada bahkan luka terdalam yang kamu rasakan kamu terus berkata "aku belum lelah berjuang"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar